Jumat, 29 April 2016

 02.03      No comments


Diantara Dua Pilihan
Coretan Naf

            Matahari menyapa dengan sinar nya yang begitu terang dari arah timur. Semua makhluk hidup terbangun dan terkesan dengan sinar terang si matahari. Daun yang diselimuti embun mulai mengering, ayam dengan suara khas nya mulai terdiam membangunkan para manusia yang terlelap dari tidurnya, bunga yang malu-malu untuk mekar mulai berani bermekaran di bawah sinar matahari, tumbuh-tumbuhan yang istirahat mulai bekerja kemabli berfotosintesis. Sinar matahari perlahan menerjang ke arah jendela kamar Michel, suasana di dalam nya bagaikan kamar seorang putri penuh dengan nuansa warna ungu, yang dihiasi bunga lavender, bunga kesuakaan Michel. Di langit-langit, terdapat lampion yang berbentuk bulan dan bintang. Dia merasa bola mata nya sulit untuk dibuka, rasa kantuk meminta nya untuk tertidur lelap kemabli di atas kasur yang empuk seperti mrashmellow. Dengan terpaksa, dia beranjak dari tempat tidur nya, dan melangkahkan kaki nya, langkah demi langkah ia menginjak lantai menuju ke suatu tempat yang selalu ia jadikan sebagai tempat penghilang rasa penat, balkon, ya itu adalah tempat favorit nya. Di sana, ia tak sengaja melihat sesuatu yang ia ingin kan selama ini. Mata nya tertuju pada dua ekor makhluk hidup yang bertengger di atas pohon, ya, merepati putih. Merpati tersebut saling bercakap satu sama lain, saling memberi kasih sayang, dan bebas terbang ke manapun yang mereka inginkan. ”Huuuh.... kapan, aku bisa terbaaang bebas, keiling angkasa tanpa ada beban yang menghantui ku selama ini ?” Batin Michel.Dalam lamunannya, Michel mendengar Suara ketukan pintu kamar nya. Dia langsung terbangun dari lamunan nya itu.
Tok, tok, tok..
            “Ichel, kamu sudah bangun...?” Suara lembut Bunda Michel yang setiap hari            selalu meabngunkan Ichel (Nama keasayangan untuk Ayah dan Bunda nya).
            “Iya, Bun, Ichell udah bangun.”Jawab Michel sambil berjalan untuk membuka         pintu kamar nya.
Jegreg.(Suara pintu yang terbuka)
            “Ya sudah, sana gih langsung mandi, Ayah sudah menunggu di bawah untuk sarapan bersama.” Perintah Bunda.
            “Siap, Bun.” Jawab Michel dengan nada manja.

            Ya, itulah rutinitas keluarga Michel setiap pagi. Mereka selalu makan bersama, pergi bersama, apapun selalu bersama. Prinsip itu sudah di terapkan Ayah Michel sejak ia masih kecil. Keluarga tersebut sangat mematuhi kedisiplinan. Semua aturan yang ditetapkan oleh Ayah Michel terpajang nyata di setiap sudut rumah, hingga di dalam kamar mandi. Hal itu dilakukan oleh Ayah Michel, agar ia tidak gagal lagi dalam mendidik anak. Sebenarnya, Michel bukan lah anak tunggal, tapi ia mempunyai seorang kakak laki-laki, namanya Reno. Sampai sekarang ia belum pulang dari rumah Nenek nya di Bandung. Karena sibuk dengan pekerjaan, Ayah dan Bunda nya tidak sempat memberi perhatian dan kasih sayang lebih pada Reno. Akibat nya, Reno memiliki watak seorang remaja yang radikal. Hingga ia pernah melakukan perbuatan yang senonoh, dan membuat jatuh nama baik keluarga. Dari situ lah, Reno dikirm oleh Ayah nya ke Bandung. Hanya satu harapan yang diinginkan ayah dari Reno, yaitu berguna bagi orang lain,
*Di ruang makan*
            “Selamat pagi Ayahhh, Bunda,,,” Sapa Michel sambil mencium kening Ayah dan       Bunda nya.
            “Selamat pagi Ichel.” Jawab Ayah dan Bunda.
            “Kamu mau nasi goreng atau roti isi selai, sayang.” Tanya Bunda.
            “Emmm, roti isi selai aja, Bun.” Jawab Michel sambil mengelap mulut nya yang        mengecap bekas susu coklat hangat.
            “Chel, setelah kuliah, langsung pulang, jangan mampir-mampir !” Perintah Ayah.
            Michel langsung terkejut dengan perkataan yang barusan diucapkan oleh Ayah nya. Dia tersedak dengan roti yang dimakan nya.
            “Huk, huk, huk....” Sambil menutupi mulut.
            “Pelan-pelan sayang !” Kata Bunda, sambil memberi air minum kepada Michel.
Michel sudah tahu akibat nya, kalau dia melawan perkataan Ayah nya. Tak lain adalah dimarahi.
*Di dalam mobil*
            Michel hanya terpaku memandang paru-paru dunia yang berjejer rapi di sekeliling jalan. Dia tidak berbicara sepatah kata pun kepada Ayah dan Bundanya. Dia hanya berpikir, “Bagaimana aku bisa pergi untuk rapat reorganisai di rumah temen ?” Batin Michel.
            “Chel, kamu kenapa ? Biasanya kamu kan yang paling cerewwt, tumben diem.”          Kata Ayah sambil menyennggol lengan Michel.
            “Ah, Ayah... Nggak kenapa-napa kok ?”
            “Oh ya Chel, nanti kamu bisa kan nggak Ayah jemput, soalnya Ayah dan Bunda       kedatangan klayen penting. Dan tidak bisa diwakil kan.” Pinta Ayah.
            “Terus Ichel pulang pakai apa ?” Tanya Michel sambil menghadap ke arah Ayah.
            “Naik taxi !" Perintah Ayah.
            “Ya udahhh.” Kesal Michel, karena dia tidak biasa naik taxi.
            “Tapiii, kalau dipikir-pikir ada bagus nya sih, akalu naik taxi, nanti kan aku   bisa     pergi ke rumah Dimas dulu ? Tapi itu nggak mungkin, pasti Ayah tahu, ihhhh....          kenapa sih harus ada aturan seperti ini, aku ingin bebas dari jeratan   aturan yang   telah melilit ku kencang seperti ini.” Batin Michel.
Beberapa menit kemudian sampai di Universitas Indonesia, kampus Michel. Mereka cipika-cipiki dulu sebelum berpisah.
            “Da.. Ayah , Bunda..”
            “Da... Sayang.”
*Di Kampus*
            Jam kampus Michel masih 2 jam lagi. Dia menghabiskan waktu luang nya di taman sambil membaca novel kesukaan nya yang ia pinjam di perpustakaan kampus 3 hari yang lalu. Dia sangat menghayati ketika membaca novel, sampai-sampai dia meneteskan air mata. Di saat ia srius membaca novel, tiba-tiba datang suara yang mengejutkan dari belakang punggung Michel.
            “Duarrr.....” Kata Dimas dengna nada mengejutkan Michel.
Ya, itu Dimas. Dia salah satu senior dari jurusan Kedutaan, dan menjabat  sebagai ketua umum dari Organisasi Bakti Sosial di Kampus. Dan salah satu anggota nya adalah Michel. Dimas memang sengaja untuk tidak meminta Michel memanggil nya Kak, karena mereka adalah dua sahabat sejak Michel menjadi mahasiswi baru di kampus itu. Pada saat OSPEK, Dimas lah yang menjadi pembina Michel, sewaktu dia terdapat masalah. Mereka adalah dua sahabat yang tidak bisa dipisahakan, ibarat perangko yang selalu nempel dengan amplop nya. Kadang, ada mahasiswa lain yang menganggap mereka adalah dua insan yang sedang memilki hubungan dekat dan memilki perasaan yang sama (pacaran).
            “Haaa...”Kejut Michel.
            “Ih,,,,, kamu kurang kerjaan aja, Dim” Sambil memukulnya dengan buku.
            “Aww,,, lagian loe baca buku itu serius amat.” Sambil memegang lengan nya             yang    dipukul Michel.
            “Emang salah ?”
            “Nggak sih, oh ya gimana, nanti loe jadi ikut rapat kan ?” Tanya Dimas sambil        duduk             di samping Michel.
            Michel mengernyitkan alis nya dan menundukkan kepala. Dia bingung harus   bicara apa kepada Dimas.”Kalau aku kata jujur, pasti dia akan ngatwaian, kalau   tidakkk... ihhh, aku harus gimana ?” Batin Michel.
            “Chel, loe nggak papa kan ?” Tanya Dimas sambil memegang ppundak Michel.
            “Oh, nggak kok ?” Jawab Michel dengan gugup.
            “Bagus deh. Jadi gimana ? Nanti loe jadi ikut rapat kan ?”
            “Emmmm, a.... Gimana ya ? Jadi deh !” Jawab Michel sambil berdri dan langsung    meniggalkan Dimas sendiri.           
            “Aduh...aku tadi jawab apa ? Gimana kalau Ayah marah ? Aduh gimana nih ?”         Batin   Michel sambil memukul kepalanya dengan buku.
***

            “Sekian dulu dari Bapak, jangan lupa besok prsentasi tentang materi yang   udah   Bapak sampaikan.Selamat Siang.” Ucap Dosen yang baru selesai mengajar di kelas     Michel.
            Michel duduk diam dan melamun. Menatapkan mata hanya di satu titik .Hanya ada bunyi bising dari mahasiswa lain yang sedang berbondong-bondong untuk keluar dari kelas. Suasana kelas menjadi sepi hanya ada Michel dan suara detik dari jam yang berbunyi serta suara AC  yang berisik.
            “Aduhhhh giamana aku bisa lari dari Ayahhh...” Teriak Michel dari dalam    ruang kelas nya yang gaung.
            Tiba-tiba, datang Dimas, yang dari tadi memeperhatikan Michel dari luar kelas. Dimas langsung masuk ke dalam kelas, dan melihat Michel dengan herannya setelah dia mendengar perkataan yang diucapnya tadi. Dimas berdiri di depan Michel, sedangkan Michel hanya tertunduk malu dan kesal.
            “Cheeelll... loe baik-baik saja kan ? Kamu sakit ?” Tanya Dimas dengan penuh          keheranan.
            “Emmm....a..... Aku baik-baik aja kok.Kenapa kamu melihat ku seperti belum             melihat sama sekali ?” Tanya Michel sambil menggaruk-garuk kepalanya, untuk       mengurangi rasa gerogi nya.
            “Terusss, tadi loe kenapa ? Teria-teriak nggak jelas ? Kayak orang... “ Kata             Dimas sambil mengerakkan telunjuk tangan nya dengan arah miring.
            “Kamu tuh yang gila. Masuk ke kelas orang nggak ketuk pintu dulu atau        permisi. Kamu udah dari tadi di sini ya ?” Tanya Michel dengan peuh rasa kesal.
            “Iya, gue tahu loe tadi bilang apa. Loe ada masalah keluarga ? Ceritain ke gue,        mungkin, gue bisa ngebantu ngeringanin masalah loe ?” Pinta Dimas sambil           berjalan menuju ke bangku Michel.
            “Emang kamu motivator, bisa memberi aku kata-kata mutiara ?” Tanya        Michel. Dia memang butuh kata-kata mutiara di saat dia lagi ada masalah.
            “Nggak juga sih...” Tertawa tersipu-sipu.
            “Emmm... gimana ya... aku juga pengen cerita semuanya ? Tapi ....” Jelas      Michel            dengan bingung.
            “Udah loe nggak perlu takut, ada sahabat loe di sini, gue janji, gue nggak akan       membuka aib loe, gue janji, gue nggak akan ngomongin  masalah loe ke orang      lain,     nggak ada guna nya.”Jelas Dimas sambil memegang pundak Michel dan        mengrahkan   tepat di hadapan nya.
            “Bener ya..? Janji ?” Sambil mengarahkan jari kelingking ke arah Dimas.
            “Iya..janji.”
***
            Michel sudah panjang lebar menjelaskan masalah kehidupan nya kepada Dimas. Ya, dia adalah orang yang pertama kali mendengarkan curhat dari Michel. Air mata Michel keluar dari bola mata nya yang bersinar bulat. Dimas hanya bisa terdiam dan memberikan sapu tangan kepada Michel. Dimas menunggu Michel sampai air mata nya berhenti dengan sendirinya, Dimas tahu bagaimana perasaan Michel sekarang, dia tidak bisa bebas seperti yang lain. Bisa melakukan apa saja yang mereka inginkan tanpa ada aturan yang membatasi.
            “Cheelll... Udah nangis nya ? Gue pikir, orang tua loe ngelakuin ini pasti ada             tujuannya, dan itu pasti berdampak baik buat loe nanti.Loe harus dengerin apa      perkataan orang tua loe, mumupung mereka masih ada,  loe jangan sia-siain itu. Ingat!” Jelas Dimas.
            “Jadi, menurut kamu ?Aku harus ngapain ? Aku bingung ?” Tanya Michel.
            “Yaaaa, gimana lagi, loe harus nurutin apa kata orang tua loe, sekarang loe pulang,            dan minta maaf kalau loe sudah ngecewain mereka ! “
            “Ta pi,,, gimana dengan...”Michel  belum sampai selesai bicara, dan langsung diputus Dimas.
            “Rapattt....? Udah loe nggak usah mikirin itu ! Kan masih ada yang lain ?”     Jawab Dimas.
            “Tapi.... aku merasa nggak enak dengan yang lain ?”
            “Udah itu urusan gue, dah sana loe pulang !” Perintah Dimas.
            “Maaf ya Dim, makasih semua nya.”
            “Iya ... sama-sama.”
***
            Michel berjalan menelusuri koridor kampus dengan mata yang sayu. Dia merasa tidak kuat lagi menjalani hidup ini. Dia tidak bisa bebas melakukan hal-hal yang ia inginkan. Hampir setiap hari dia melihat teman-teman seumuran nya bisa merasakan bagaimana nikmat nya hidup dengan bebas, tanpa ada sedikit aturan pun yang membentengi.
*Di Rumah*
            Hampir di setiap perjalanan Michel mengeluarkan air mata, bahkan sopir taxi nya merasa khawatir jika orang lain mengira, bahwa Michel menangis gara-gara telah terjadi tindakan kriminal di dalam taxi.
***
             Michel membuka gerbang seperti orang yang tidak punya tenaga, dia merasa lemas dan pucat. Bahkan dia tidak merespon sapaan dari bibik yang sedang menyiram bunga di taman depan rumah. Sampai di dalam rumah, Michel langsung naik tangga menuju kamar nya. Dia langsung merebahkan tubuh nya di atas tempat tidur nya, tanpa terasa terdengar adzan maghrib, ia langsung mengambil air wudlu. Dan menyerahkan semua masalah nya kepada yang Maha Menciptakan.
            “Ya allah ya rab, semua ujian ini adalah dari Mu, hamba hanya bisa untuk    berusaha untuk menyelesaikan nya, hamba yakin, engkau pasti tidak akan memberi ujian pada umat Mu di luar batas kemampuann nya. Engkau lah yang mengatur semua nya hamba yakin eangkau akan membantu hamba Mu ini yang    lemah dan tak berdaya. Kabul kan lah doa hamba Mu ini Ya Allah.Amin...” Itulah doa Michel yang ia inginkan selama ini dia ingin terbebas dari aturan yang dibuat oleh Ayah nya.
            Tidak semua orang akan sukses melalui kedisiplinan, hanya dengan niat dan usaha yang dapat menjadikan sukses, ya itulah  prinsip Michel dalam menjalani roda kehidupan ini.
            Sudah beberapa jam Michel tidak keluar kamar. Ayah dan Bunda nya belum pulang dari kerja. Michel hanya merebahkan badan di atas tempat tidur nya, dengan mematikan semua penerangan yang ada di ruangan nya, kecuali lampion yang berbentuk bulan dan bintang. Dia sengaja memasang lampion itu, karena, ketika dia ingin merasakan nikmat nya kebebasan, dia menyalakan lampion tersebut, dan sesaat dia akan merasakan tidur di alam bebas yang luas tanpa ada pemabatas. Mata nya hanya tertuju pada  gemerlap nya bintang-bintang dan satu bulan yang bersinar, walaupun sinar nya dari lampu, Michel merasa bahwa dia sekarang ada di alam bebas. Dia tertidur lelap dengan gemerlap nya 2 benda angkasa itu yang setiap hari menemani keheningan nya.
            Tidak seperti biasanya, Bunda selalu membangunkan Michel, tapi hari ini tidak ada suara Bunda yang lembut seperti biasanya. Michel merasa bingung, setelah dia siap untuk berangkat ke kampus dia langsung turun ke bawah.
*Ruang keluarga*
            “Halo, Ayah, Bunda ? Lho, kok belum siap-siap ? Tanya Michel bingung.
            “Lho, kamu kok sudah rapi aja jam segini nak ?” Tanya Bunda.
            “Ichel kan mau berangkat ke kampus ?”
            “Kamu sekarang menjadi pelupa, apaaa, gara-gara tambah umur, ini hari Minggu     sayang ?” Canda Ayah
            “Tambah umur ?” Jawab Michel bingung.
            “Kamu nggak tahu hari ini hari apa, sayang ?” Sahut Bunda.
            “Selamat ulang tahun sayang hari ini kamu genap 19 tahun.” Balas Ayah dan            Bunda
            “Astaghfirullah... Ichel lupa, Yah, Bun ? Makasih, Yah, Bun.Oh ya,, terus mana        hadiah nya.” Kata Michel sambil memeluk Ayah dan Bunda.
            “Nanti, biar surprise.” Kata Bunda.
            Michel merasa lega, bahwa hari ini dia tidak bertemu dengan Dimas. Michel merasa malu dengan kejadian kemarin. Setiap hari Minggu, kebiasaan Michel hanya di rumah tidak ada pekerjaan yang ia kerjakan. Hal itu  dilkukannya hanya untuk mematuhi aturan dari Ayah nya.
*Di taman belakang rumah*
            “Hari Minggu kok di rumah aja ? Nggak jalan-jalan ?” Tanya Ayah dari        belakang         Michel.
            Michel yang sedang duduk di bangku taman langsung terkejut, dan membalik kan badan, “Itu kan suara Ayah, baru kali ini aku mendengar Ayah bicara seperti itu?” Batin Michel.
            “Ayah....” Kejut Michel.
            “Ya...., Ini adalah hadiah yang Ayah dan Bunda berikan kepadamu, nak. Kebebasan, yang kamu idam-idam kan selama 19 tahun ini.Maaf Ayah dan Bunda, karena sudah melakukan ini kepada mu, kami sayang kamu, nak. Kami tidak   ingin    kamu pergi meninggalkan kami. Semoga kamu bisa mengerti apa tujuan kami  melakukan ini.”Jelas Ayah dengan rasa haru.
            “Hisk...hisk...hisk... Ya Yah, Ichel mengerti apa yang Ayah lakukan pasti ada            manfaat nya buat Ichel. Ini adalah hadiah yang paling berharga selama 19 tahun ini , Yah. Terima kasaih. Maaf kalau Michel pernah ngecewain Ayah dan Bunda.”           Menagis sambill memeluk Ayah dan Bunda.
            “Iya sayang, Bunda juga minta maaf.” Sambil mengusap air mata Michel yang         jatuh di pipi merah nya.
***
*Keesokan harinya*
            Michel merasa bahagia karena kebebasan telah berada di depan mata. Dia sudah diperbolehkan untuk mengendarai mobil sendiri.
*Sampai kampus*
            Dimas melihat dari kejauhan mobil putih yang dikendarai oleh seorang wanita. Dia belum pernah melihat sebelum nya, ketika wanita tersebut keluar dari mobil, Dimas kaget melihat wanita itu.Ya, dia adalah Michel.
            “Lho Chel, kemarin loe bukan nya nangis-nangis, tapi sekarang loe sekarang             nyengar-nyegir ?” Tanya Dimas heran.
            “Ya.. Kemarin adalah hari ulang tahun ku, Ayah dan Bunda memberi ku         hadiah.Kamu tahu hadiah nya apa ? Hadiah nya adalah hidup tanpa ada tameng             yang    mengganggu.”
            “Maksud nya ?”
            “KEBEBASAN.”
           “Wah, selamat ya ? Kasihan banget sih loe, baru pertma kali merasakan kebebasan              ya ?”    Ejek    Dimas.
            “ihhhh... ngeledek ya, awas ya nanti.”
            Mulai hari itu, Michel memang merasakan bagaimana hidup dengan bebas. Tetapi dia tidak terbiasa untuk menjalani hidup dengan kebebasan. Memang benar kata Dimas “Gue pikir, orang tua loe ngelakuin ini pasti ada tujuannya, dan itu pasti berdampak baik buat loe nanti. Loe harus dengerin apa perkataan orang tua loe, mumupung mereka masih ada,  loe jangan sia-siain itu.Ingat !” Jelas Dimas. Dia hanya satu hari menjalani kehidupan tanpa ada aturan. Keputusan nya sudah bulat. Ia merasa lebih enak dan nyaman ketika menjalani hidup dengan aturan. Apalagi aturan tersebut ditetapkan sendri oleh Ayah nya. Michel yakin bahwa apa yang dilkukan Ayah untuk nya pasti hal yang terbaik. Mulai saat itu juga, dia percaya bahwa orang tidak akan melakukan kebiasaan buruk lagi setelah disiplin menghampiri nya.

0 komentar:

Posting Komentar

Popular Posts

Recent Posts

Unordered List

Text Widget