Diantara Dua Pilihan
Coretan Naf
Matahari menyapa dengan
sinar nya yang begitu terang dari arah timur. Semua makhluk hidup terbangun dan
terkesan dengan sinar terang si matahari. Daun yang diselimuti embun mulai
mengering, ayam dengan suara khas nya mulai terdiam membangunkan para manusia
yang terlelap dari tidurnya, bunga yang malu-malu untuk mekar mulai berani
bermekaran di bawah sinar matahari, tumbuh-tumbuhan yang istirahat mulai
bekerja kemabli berfotosintesis. Sinar matahari perlahan menerjang ke arah
jendela kamar Michel, suasana di dalam nya bagaikan kamar seorang putri penuh
dengan nuansa warna ungu, yang dihiasi bunga lavender, bunga kesuakaan Michel. Di
langit-langit, terdapat lampion yang berbentuk bulan dan bintang. Dia merasa
bola mata nya sulit untuk dibuka, rasa kantuk meminta nya untuk tertidur lelap
kemabli di atas kasur yang empuk seperti mrashmellow. Dengan terpaksa, dia
beranjak dari tempat tidur nya, dan melangkahkan kaki nya, langkah demi langkah
ia menginjak lantai menuju ke suatu tempat yang selalu ia jadikan sebagai
tempat penghilang rasa penat, balkon, ya itu adalah tempat favorit nya. Di sana,
ia tak sengaja melihat sesuatu yang ia ingin kan selama ini. Mata nya tertuju
pada dua ekor makhluk hidup yang bertengger di atas pohon, ya, merepati putih. Merpati
tersebut saling bercakap satu sama lain, saling memberi kasih sayang, dan bebas
terbang ke manapun yang mereka inginkan. ”Huuuh.... kapan, aku bisa terbaaang
bebas, keiling angkasa tanpa ada beban yang menghantui ku selama ini ?” Batin
Michel.Dalam lamunannya, Michel mendengar Suara ketukan pintu kamar nya. Dia
langsung terbangun dari lamunan nya itu.
Tok, tok, tok..
“Ichel, kamu sudah
bangun...?” Suara lembut Bunda Michel yang setiap hari selalu meabngunkan Ichel (Nama keasayangan untuk Ayah dan
Bunda nya).
“Iya, Bun, Ichell udah
bangun.”Jawab Michel sambil berjalan untuk membuka pintu kamar nya.
Jegreg.(Suara pintu yang terbuka)
“Ya sudah, sana gih
langsung mandi, Ayah sudah menunggu di bawah untuk sarapan bersama.” Perintah Bunda.
“Siap, Bun.” Jawab Michel
dengan nada manja.
Ya, itulah rutinitas
keluarga Michel setiap pagi. Mereka selalu makan bersama, pergi bersama, apapun
selalu bersama. Prinsip itu sudah di terapkan Ayah Michel sejak ia masih
kecil. Keluarga tersebut sangat mematuhi kedisiplinan. Semua aturan yang
ditetapkan oleh Ayah Michel terpajang nyata di setiap sudut rumah, hingga di
dalam kamar mandi. Hal itu dilakukan oleh Ayah Michel, agar ia tidak gagal lagi
dalam mendidik anak. Sebenarnya, Michel bukan lah anak tunggal, tapi ia
mempunyai seorang kakak laki-laki, namanya Reno. Sampai sekarang ia belum pulang
dari rumah Nenek nya di Bandung. Karena sibuk dengan
pekerjaan, Ayah dan Bunda nya tidak sempat memberi perhatian dan kasih sayang
lebih pada Reno. Akibat nya, Reno memiliki watak seorang remaja yang
radikal. Hingga ia pernah melakukan perbuatan yang senonoh, dan membuat jatuh
nama baik keluarga. Dari situ lah, Reno dikirm oleh Ayah nya ke Bandung. Hanya
satu harapan yang diinginkan ayah dari Reno, yaitu berguna bagi orang lain,
*Di ruang makan*
“Selamat pagi Ayahhh,
Bunda,,,” Sapa Michel sambil mencium kening Ayah dan Bunda nya.
“Selamat pagi Ichel.”
Jawab Ayah dan Bunda.
“Kamu mau nasi goreng atau
roti isi selai, sayang.” Tanya Bunda.
“Emmm, roti isi selai aja,
Bun.” Jawab Michel sambil mengelap mulut nya yang mengecap bekas susu coklat hangat.
“Chel, setelah kuliah,
langsung pulang, jangan mampir-mampir !” Perintah Ayah.
Michel langsung terkejut
dengan perkataan yang barusan diucapkan oleh Ayah nya. Dia tersedak dengan roti
yang dimakan nya.
“Huk, huk, huk....” Sambil
menutupi mulut.
“Pelan-pelan sayang !”
Kata Bunda, sambil memberi air minum kepada Michel.
Michel sudah tahu akibat nya, kalau dia melawan perkataan Ayah nya. Tak lain
adalah dimarahi.
*Di dalam mobil*
Michel hanya terpaku
memandang paru-paru dunia yang berjejer rapi di sekeliling jalan. Dia tidak
berbicara sepatah kata pun kepada Ayah dan Bundanya. Dia hanya berpikir, “Bagaimana
aku bisa pergi untuk rapat reorganisai di rumah temen ?” Batin Michel.
“Chel, kamu kenapa ?
Biasanya kamu kan yang paling cerewwt, tumben diem.” Kata Ayah sambil
menyennggol lengan Michel.
“Ah, Ayah... Nggak
kenapa-napa kok ?”
“Oh ya Chel, nanti kamu
bisa kan nggak Ayah jemput, soalnya Ayah dan Bunda kedatangan klayen penting. Dan tidak bisa diwakil kan.” Pinta
Ayah.
“Terus Ichel pulang pakai
apa ?” Tanya Michel sambil menghadap ke arah Ayah.
“Naik taxi !"
Perintah Ayah.
“Ya udahhh.” Kesal Michel,
karena dia tidak biasa naik taxi.
“Tapiii, kalau
dipikir-pikir ada bagus nya sih, akalu naik taxi, nanti kan aku bisa pergi
ke rumah Dimas dulu ? Tapi itu nggak mungkin, pasti Ayah tahu, ihhhh.... kenapa sih harus ada aturan seperti ini, aku ingin bebas
dari jeratan aturan yang telah melilit ku kencang seperti ini.” Batin
Michel.
Beberapa menit kemudian sampai di Universitas Indonesia, kampus
Michel. Mereka cipika-cipiki dulu sebelum berpisah.
“Da.. Ayah , Bunda..”
“Da... Sayang.”
*Di Kampus*
Jam kampus Michel masih 2
jam lagi. Dia menghabiskan waktu luang nya di taman sambil membaca novel
kesukaan nya yang ia pinjam di perpustakaan kampus 3 hari yang lalu. Dia sangat
menghayati ketika membaca novel, sampai-sampai dia meneteskan air mata. Di saat
ia srius membaca novel, tiba-tiba datang suara yang mengejutkan dari belakang punggung
Michel.
“Duarrr.....” Kata Dimas
dengna nada mengejutkan Michel.
Ya, itu Dimas. Dia salah satu senior dari jurusan Kedutaan, dan
menjabat sebagai ketua umum dari
Organisasi Bakti Sosial di Kampus. Dan salah satu anggota nya adalah
Michel. Dimas memang sengaja untuk tidak meminta Michel memanggil nya Kak,
karena mereka adalah dua sahabat sejak Michel menjadi mahasiswi baru di kampus
itu. Pada saat OSPEK, Dimas lah yang menjadi pembina Michel, sewaktu dia
terdapat masalah. Mereka adalah dua sahabat yang tidak bisa dipisahakan, ibarat perangko
yang selalu nempel dengan amplop nya. Kadang, ada mahasiswa lain yang menganggap
mereka adalah dua insan yang sedang memilki hubungan dekat dan memilki perasaan
yang sama (pacaran).
“Haaa...”Kejut Michel.
“Ih,,,,, kamu kurang
kerjaan aja, Dim” Sambil memukulnya dengan buku.
“Aww,,, lagian loe baca
buku itu serius amat.” Sambil memegang lengan nya yang dipukul
Michel.
“Emang salah ?”
“Nggak sih, oh ya gimana,
nanti loe jadi ikut rapat kan ?” Tanya Dimas sambil duduk di
samping Michel.
Michel mengernyitkan alis
nya dan menundukkan kepala. Dia bingung harus bicara
apa kepada Dimas.”Kalau aku kata jujur, pasti dia akan ngatwaian, kalau tidakkk... ihhh, aku harus gimana ?” Batin
Michel.
“Chel, loe nggak papa kan
?” Tanya Dimas sambil memegang ppundak Michel.
“Oh, nggak kok ?” Jawab
Michel dengan gugup.
“Bagus deh. Jadi gimana ?
Nanti loe jadi ikut rapat kan ?”
“Emmmm, a.... Gimana ya ?
Jadi deh !” Jawab Michel sambil berdri dan langsung meniggalkan Dimas sendiri.
“Aduh...aku tadi jawab apa
? Gimana kalau Ayah marah ? Aduh gimana nih ?” Batin
Michel sambil memukul kepalanya dengan
buku.
***
“Sekian dulu dari Bapak,
jangan lupa besok prsentasi tentang materi yang udah Bapak sampaikan.Selamat
Siang.” Ucap Dosen yang baru selesai mengajar
di kelas Michel.
Michel duduk diam dan
melamun. Menatapkan mata hanya di satu titik .Hanya ada bunyi bising dari
mahasiswa lain yang sedang berbondong-bondong untuk keluar dari kelas. Suasana
kelas menjadi sepi hanya ada Michel dan suara detik dari jam yang berbunyi
serta suara AC yang berisik.
“Aduhhhh giamana aku bisa
lari dari Ayahhh...” Teriak Michel dari dalam ruang
kelas nya yang gaung.
Tiba-tiba, datang Dimas,
yang dari tadi memeperhatikan Michel dari luar kelas. Dimas langsung masuk ke
dalam kelas, dan melihat Michel dengan herannya setelah dia mendengar perkataan
yang diucapnya tadi. Dimas berdiri di depan Michel, sedangkan Michel hanya
tertunduk malu dan kesal.
“Cheeelll... loe baik-baik
saja kan ? Kamu sakit ?” Tanya Dimas dengan penuh keheranan.
“Emmm....a..... Aku
baik-baik aja kok.Kenapa kamu melihat ku seperti belum melihat sama sekali ?” Tanya Michel sambil
menggaruk-garuk kepalanya, untuk mengurangi rasa gerogi nya.
“Terusss, tadi loe kenapa
? Teria-teriak nggak jelas ? Kayak orang... “ Kata Dimas sambil
mengerakkan telunjuk tangan nya dengan arah miring.
“Kamu tuh yang gila. Masuk
ke kelas orang nggak ketuk pintu dulu atau permisi. Kamu udah dari tadi di sini ya ?”
Tanya Michel dengan peuh rasa kesal.
“Iya, gue tahu loe tadi
bilang apa. Loe ada masalah keluarga ? Ceritain ke gue, mungkin, gue bisa ngebantu ngeringanin masalah loe ?” Pinta
Dimas sambil berjalan menuju ke
bangku Michel.
“Emang kamu motivator,
bisa memberi aku kata-kata mutiara ?” Tanya Michel. Dia memang butuh kata-kata mutiara di
saat dia lagi ada masalah.
“Nggak juga sih...”
Tertawa tersipu-sipu.
“Emmm... gimana ya... aku
juga pengen cerita semuanya ? Tapi ....” Jelas Michel
dengan bingung.
“Udah loe nggak perlu
takut, ada sahabat loe di sini, gue janji, gue nggak akan membuka aib loe, gue janji, gue nggak akan
ngomongin masalah loe ke orang lain, nggak
ada guna nya.”Jelas Dimas sambil memegang pundak Michel dan mengrahkan tepat di hadapan nya.
“Bener ya..? Janji ?”
Sambil mengarahkan jari kelingking ke arah Dimas.
“Iya..janji.”
***
Michel sudah panjang lebar
menjelaskan masalah kehidupan nya kepada Dimas. Ya, dia adalah orang yang
pertama kali mendengarkan curhat dari Michel. Air mata Michel keluar dari bola
mata nya yang bersinar bulat. Dimas hanya bisa terdiam dan memberikan sapu
tangan kepada Michel. Dimas menunggu Michel sampai air mata nya berhenti dengan
sendirinya, Dimas tahu bagaimana perasaan Michel sekarang, dia tidak bisa bebas
seperti yang lain. Bisa melakukan apa saja yang mereka inginkan tanpa ada aturan
yang membatasi.
“Cheelll... Udah nangis
nya ? Gue pikir, orang tua loe ngelakuin ini pasti ada tujuannya, dan itu pasti berdampak baik buat loe
nanti.Loe harus dengerin apa perkataan orang tua loe, mumupung mereka
masih ada, loe jangan sia-siain itu. Ingat!” Jelas Dimas.
“Jadi, menurut kamu ?Aku
harus ngapain ? Aku bingung ?” Tanya Michel.
“Yaaaa, gimana lagi, loe
harus nurutin apa kata orang tua loe, sekarang loe pulang, dan minta
maaf kalau loe sudah ngecewain mereka ! “
“Ta pi,,, gimana
dengan...”Michel belum sampai selesai
bicara, dan langsung diputus Dimas.
“Rapattt....? Udah loe
nggak usah mikirin itu ! Kan masih ada yang lain ?” Jawab Dimas.
“Tapi.... aku merasa nggak
enak dengan yang lain ?”
“Udah itu urusan gue, dah
sana loe pulang !” Perintah Dimas.
“Maaf ya Dim, makasih
semua nya.”
“Iya ... sama-sama.”
***
Michel berjalan menelusuri
koridor kampus dengan mata yang sayu. Dia merasa tidak kuat lagi menjalani hidup
ini. Dia tidak bisa bebas melakukan hal-hal yang ia inginkan. Hampir setiap hari
dia melihat teman-teman seumuran nya bisa merasakan bagaimana nikmat nya hidup
dengan bebas, tanpa ada sedikit aturan pun yang membentengi.
*Di Rumah*
Hampir di setiap
perjalanan Michel mengeluarkan air mata, bahkan sopir taxi nya merasa khawatir
jika orang lain mengira, bahwa Michel menangis gara-gara telah terjadi tindakan
kriminal di dalam taxi.
***
Michel membuka gerbang
seperti orang yang tidak punya tenaga, dia merasa lemas dan pucat. Bahkan dia tidak
merespon sapaan dari bibik yang sedang menyiram bunga di taman depan
rumah. Sampai di dalam rumah, Michel langsung naik tangga menuju kamar nya. Dia
langsung merebahkan tubuh nya di atas tempat tidur nya, tanpa terasa terdengar
adzan maghrib, ia langsung mengambil air wudlu. Dan menyerahkan semua masalah
nya kepada yang Maha Menciptakan.
“Ya
allah ya rab, semua ujian ini adalah dari Mu, hamba hanya bisa untuk berusaha untuk menyelesaikan nya, hamba
yakin, engkau pasti tidak akan memberi
ujian pada umat Mu di luar batas kemampuann nya. Engkau lah yang mengatur semua nya hamba yakin eangkau akan
membantu hamba Mu ini yang lemah dan tak berdaya. Kabul kan lah doa hamba Mu ini
Ya Allah.Amin...” Itulah doa Michel yang
ia inginkan selama ini dia ingin terbebas dari aturan yang dibuat oleh Ayah
nya.
Tidak semua orang akan
sukses melalui kedisiplinan, hanya dengan niat dan usaha yang dapat menjadikan
sukses, ya itulah prinsip Michel dalam
menjalani roda kehidupan ini.
Sudah beberapa jam Michel
tidak keluar kamar. Ayah dan Bunda nya belum pulang dari kerja. Michel hanya
merebahkan badan di atas tempat tidur nya, dengan mematikan semua penerangan yang
ada di ruangan nya, kecuali lampion yang berbentuk bulan dan bintang. Dia
sengaja memasang lampion itu, karena, ketika dia ingin merasakan nikmat nya
kebebasan, dia menyalakan lampion tersebut, dan sesaat dia akan merasakan tidur
di alam bebas yang luas tanpa ada pemabatas. Mata nya hanya tertuju pada gemerlap nya bintang-bintang dan satu bulan
yang bersinar, walaupun sinar nya dari lampu, Michel merasa bahwa dia sekarang
ada di alam bebas. Dia tertidur lelap dengan gemerlap nya 2 benda angkasa itu yang
setiap hari menemani keheningan nya.
Tidak seperti biasanya,
Bunda selalu membangunkan Michel, tapi hari ini tidak ada suara Bunda yang
lembut seperti biasanya. Michel merasa bingung, setelah dia siap untuk berangkat
ke kampus dia langsung turun ke bawah.
*Ruang keluarga*
“Halo, Ayah, Bunda ? Lho,
kok belum siap-siap ? Tanya Michel bingung.
“Lho, kamu kok sudah rapi
aja jam segini nak ?” Tanya Bunda.
“Ichel kan mau berangkat
ke kampus ?”
“Kamu sekarang menjadi
pelupa, apaaa, gara-gara tambah umur, ini hari Minggu sayang ?” Canda Ayah
“Tambah umur ?” Jawab
Michel bingung.
“Kamu nggak tahu hari ini
hari apa, sayang ?” Sahut Bunda.
“Selamat ulang tahun
sayang hari ini kamu genap 19 tahun.” Balas Ayah dan Bunda
“Astaghfirullah... Ichel
lupa, Yah, Bun ? Makasih, Yah, Bun.Oh ya,, terus mana hadiah nya.” Kata Michel sambil memeluk Ayah dan Bunda.
“Nanti, biar surprise.”
Kata Bunda.
Michel merasa lega, bahwa
hari ini dia tidak bertemu dengan Dimas. Michel merasa malu dengan kejadian
kemarin. Setiap hari Minggu, kebiasaan Michel hanya di rumah tidak ada pekerjaan
yang ia kerjakan. Hal itu dilkukannya hanya
untuk mematuhi aturan dari Ayah nya.
*Di taman belakang rumah*
“Hari Minggu kok di rumah
aja ? Nggak jalan-jalan ?” Tanya Ayah dari belakang
Michel.
Michel yang sedang duduk
di bangku taman langsung terkejut, dan membalik kan badan, “Itu kan suara Ayah,
baru kali ini aku mendengar Ayah bicara seperti itu?” Batin Michel.
“Ayah....” Kejut Michel.
“Ya...., Ini adalah hadiah
yang Ayah dan Bunda berikan kepadamu, nak. Kebebasan,
yang kamu idam-idam kan selama 19 tahun ini.Maaf Ayah dan Bunda, karena
sudah melakukan ini kepada mu, kami sayang kamu, nak. Kami tidak ingin
kamu pergi meninggalkan kami. Semoga
kamu bisa mengerti apa tujuan
kami melakukan
ini.”Jelas Ayah dengan rasa haru.
“Hisk...hisk...hisk... Ya
Yah, Ichel mengerti apa yang Ayah lakukan pasti ada manfaat nya buat Ichel. Ini adalah hadiah yang paling
berharga selama 19 tahun ini , Yah. Terima kasaih. Maaf kalau Michel
pernah ngecewain Ayah dan Bunda.”
Menagis sambill memeluk Ayah dan
Bunda.
“Iya sayang, Bunda juga
minta maaf.” Sambil mengusap air mata Michel yang jatuh di pipi merah
nya.
***
*Keesokan harinya*
Michel merasa bahagia
karena kebebasan telah berada di depan mata. Dia sudah diperbolehkan untuk
mengendarai mobil sendiri.
*Sampai kampus*
Dimas melihat dari
kejauhan mobil putih yang dikendarai oleh seorang wanita. Dia belum pernah
melihat sebelum nya, ketika wanita tersebut keluar dari mobil, Dimas kaget
melihat wanita itu.Ya, dia adalah Michel.
“Lho Chel, kemarin loe
bukan nya nangis-nangis, tapi sekarang loe sekarang nyengar-nyegir ?” Tanya Dimas heran.
“Ya.. Kemarin adalah hari
ulang tahun ku, Ayah dan Bunda memberi ku hadiah.Kamu
tahu hadiah nya apa ? Hadiah nya adalah
hidup tanpa ada tameng yang mengganggu.”
“Maksud nya ?”
“KEBEBASAN.”
“Wah, selamat ya ? Kasihan
banget sih loe, baru pertma kali merasakan kebebasan ya ?” Ejek
Dimas.
“ihhhh... ngeledek ya,
awas ya nanti.”
Mulai hari itu, Michel
memang merasakan bagaimana hidup dengan bebas. Tetapi dia tidak terbiasa untuk
menjalani hidup dengan kebebasan. Memang benar kata Dimas “Gue pikir, orang
tua loe ngelakuin ini pasti ada tujuannya, dan itu pasti berdampak baik buat
loe nanti. Loe harus dengerin apa perkataan orang tua loe, mumupung mereka masih
ada, loe jangan sia-siain itu.Ingat !”
Jelas Dimas. Dia hanya satu hari menjalani kehidupan tanpa ada
aturan. Keputusan nya sudah bulat. Ia merasa lebih enak dan nyaman ketika menjalani
hidup dengan aturan. Apalagi aturan tersebut ditetapkan sendri oleh Ayah
nya. Michel yakin bahwa apa yang dilkukan Ayah untuk nya pasti hal yang terbaik.
Mulai saat itu juga, dia percaya bahwa orang tidak akan melakukan kebiasaan
buruk lagi setelah disiplin menghampiri nya.
0 komentar:
Posting Komentar